PENERAPAN
GREEN CITY DALAM TATANAN KOTA
Green City
merupakan salah satu konsep pendekatan perencanaan kota yang berkelanjutan.
Green City juga dikenal sebagai Kota Ekologis atau kota yang sehat. Artinya
adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian
lingkungan. Dengan kota yang sehat dapat mewujudkan suatu kondisi kota yang
aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan
potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat,
difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk
dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat
dan semua pihak terkait (stakeholders).
Konsep Green
City ini sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang disampaikan Hill,
Ebenezer Howard, Pattrick Geddes, Alexander, Lewis Mumford, dan Ian
McHarg. Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan diatas adalah
menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Hal ini menekankan pada
kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang
memperhatikan kondisi ekologis lokal dan meminimalkan dampak merugikan dari
pengembangan kota, selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan
sendirinya menciptakan aset alami lokal.
Kota dapat
dimasukkan sebagai Green City, antara lain memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Pembangunan
kota harus sesuai peraturan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang
No. 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada
bencana), Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang
Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dan peraturan lainnya.
Pemanfaatan
sumber daya alam secara berkelanjutan.
1.
Meningkatkan
keseimbangan dan keserasian perkembangan antar bagian wilayah serta keserasian
antar sektor melalui pemanfaatan ruang secara serasi, selaras dan seimbang
serta berkelanjutan.
2.
Meningkatkan
kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan tatanan
lingkungan hidup.
A. SMART
GREEN CITY PLANNING
Pendekatan
ini terdiri atas 5 konsep utama yaitu:
Konsep
kawasan berkeseimbangan ekologis yang bisa dilakukan dengan upaya penyeimbangan
air, CO2, dan energi.
- Konsep
desa ekologis yang terdiri atas penentuan letak kawasan, arsitektur, dan
transportasi dengan contoh penerapan antara lain: kesesuaian dengan
topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro,
efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum.
- Konsep
kawasan perumahan berkoridor angin (wind corridor housing complex), dengan
strategi pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang
terbuka hijau, pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau.
- Konsep
kawasan pensirkulasian air (water circulating complex). Strategi yang
dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku.
- Konsep
taman tadah hujan (rain garden).
B.
PENDEKATAN KONSEP CPULS (CONTINOUS PRODUCTIVE URBAN LANDSCAPE)
Konsep
penghijauan kota ini merupakan pengembangan landscape yang menerus dalam
hubungan urban dan rural serta merupakan landscape productive.
C.
PENDEKATAN INTEGRATED TROPICAL CITY
Konsep ini
cocok untuk kota yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Konsep intinya
adalah memiliki perhatian khusus pada aspek iklim, seperti perlindungan
terhadap cuaca, penghutanan kota dengan memperbanyak vegetasi untuk mengurangi
Urban Heat Island.
Bukan hal
yang tidak mungkin apabila Indonesia menerapkannya seperti kota-kota berkonsep
khusus lainnya (Abu Dhabi dengan Urban Utopia nya atau Tianjin dengan Eco-city
nya), mengingat Indonesia yang beriklim tropis.
Green Plan
atau dalam bahasa Indonesia adalah Perencanaan Hijau, ialah perencanaan dan
perancangan kota/bangunan yang ramah lingkungan, yang bertujuan meningkatkan
kualitas rencana tata ruang dan tata kota yang lebih sensitif terhadap segala
sesuatu yang hijau, seperti tanaman-tanaman. Upaya adaptasi dan mitigasi
terhadap peubahan iklim, sejalan dengan maraknya isu lingkungan tentang Global
Warming.
Tujuan dari
perencanaan tersebut adalah untuk menjaga keserasian dan keseimbangan
ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan
alami dan lingkungan buatan di perkotaan, serta meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.
Beberapa contoh Green Plan untuk perencanaan tata kota:
1. Birmingham Landscape Planning with Green Plan
2.
EuropaCity: Paris's Big Green Little Brother
GREEN
ARCHITECTURE
Banyaknya
isu di dalam ruang lingkup arsitektur dan lingkungan, maka terciptalah sebuah
konsep yang didasari atas isu lingkungan yang sangat booming di dunia
ini. Adalah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk
terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang
lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi
dan sumber daya alam secara efisien dan optimal.
Konsep
tersebut dinamakan Green Architecture atau dalam bahasa Indonesia adalah
Arsitektur Hijau. Konsep arsitektur ini lebih bertanggung jawab
terhadap lingkungan, memiliki tingkat keselarasan yang tinggi antara
strukturnya dengan lingkungan, dan penggunaan sistem utilitas yang sangat baik.
Green architecture dipercaya sebagai desain yang baik dan bertanggung jawab,
dan diharapkan digunakan di masa kini dan masa yang akan
datang. Green architecture (arsitekture hijau) mulai tumbuh sejalan
dengan kesadaran dari para arsitek akan keterbatasan alam
dalam menyuplai material yang mulai menipis. Alasan lain
digunakannya arsitektur hijau adalah untuk memaksimalkan potensi
site.
Penggunaan material-material
yang bisa didaur-ulang juga mendukung konsep arsitektur hijau, sehingga
penggunaan material dapat dihemat. 'Green’ dapat diinterpretasikan sebagai
sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high
performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Berikut ada
beberapa contoh bangunan yang menggunakan konsep Green Architecture di
Indonesia, terlebih di Jakarta.
1. Wisma
Dharmala (Intiland Tower)
Meskipun bukan merupakan bangunan bersertifikasi GBCI, namun gedung ini
telah menerapkan aspek-aspek arsitektur hijau. Didirikan tahun 1986 oleh
arsitek Paul Rudolph. Rudolph terinspirasi dari bentuk atap-atap di Indonesia
yang memiliki overstek karena merespon iklim tropisnya sehingga apabila di
dalam gedung tidak akan secara langsung diterpa cahaya matahari. Terdapat pula
void yang cukup besar sehingga udara sejuk masih terasa di dalanya tanpa
kehujanan saat merasakannya. Bahkan di perencanaan awal, bangunan ini
sebenarnya tidak perlu menggunakan pendingin ruangan. Namun seiring berjalannya
waktu dan efek rumah kaca ttelahmemberi panas yang cukup parah dan tidak
menentu, akhirnya bangunan ini menggunakan pendingin ruangan. Namun pada
koridor hal tersebut masih tidak diperlukan karena udara sejuk masih dapat
masuk. Pencahayaan lampu pada siang hari juga tidak terlalu diperlukan pada
koridor karena cahaya matahari masih dapat masuk tanpa pengguna merasa terik
maupun kehujanan.
2. Menara
BCA
Merupakan
bangunan peraih sertifikasi hijau pertama di Jakarta, bangunan pencakar langit
ini menggunakan double glasses sehingga hemat energi sampai 35
persen. Lahan ini juga mampu mengolah air hujan sampai seratus
persen. Namun tidak semaksimal aspek arsitektur hijau yang diterapkan
Wisma Dharmala, bangunan ini tidak benar-benar memaksimalkan penggunaan energi
alam dan iklim tropisnya. Kalau itu benar-benar dimanfaatkan, maka
penggunaan double glasses tidak diperlukan. Namun teknologi
ini bisa menjadi salahsatu usaha penghematan energi dan tetap ramah lingkungan
meskipun desain bangunannya modern ataupun futurisitik. Material yang digunakan
pada bangunan ini seluruhnya merupakan material lokal.
3. Sampoerna
Strategic Square
Masih
satu kategori dengan menara BCA yaitu peraih sertifikasi GBCI, bangunan ini
secara desain juga memiliki keunikan tersendiri. Desainnya seperti bangunan
Eropa klasik dengan taman yang bertema senada dengan bangunanya. Teknologi
bangunan hijau yang diterapkan adalah aspek mendaur ulang sumber daya yang ada
yaitu air kemudian digunakan untuk perawatan lansekap dan cooling tower.
Selain itu dilakukan upla pemisahan sampah sehingga pengolahannya lebih mudah
dan tidak mencemari lingkungan. Sama seperti Menara BCA, tidak semaksimal aspek
arsitektur hijau yang diterapkan Wisma Dharmala, namun tetap merespon
lingkungannya menggunakan teknologi yang dimiliki.
Komentar
Posting Komentar