Langsung ke konten utama

ANAK BANGSA INI MILIK SIAPA?

 Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMvB50NBZR0VSVUzDZnL6NVPJzle1d6YB2F3oAwOP1QH2GvlbZIuPv7EtmtAslRfuicsrhfzGwwgiy3oSAO99xlytUBVuvjGA_8ymn4yo_kfhfbh6Z6I8wK8_ZoPCXtH33nYbRkLs-JYE/s400/adil+itu.jpg
Seperti telah disebutkan pada kesimpulan sub pokok pertama, masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa kesuksesan dalam pendidikan adalah pra-syarat untuk mencapai kesuksesan dalam masyarakat. Berkaitan dengan pandangan ini kaum egalitarian menilai bahwa sistem pendidikan dewasa ini tidak adil karena hanya menguntungkan anak dari ‘masyarakat/keluarga kelas menengah’ (middle-class) saja. Sistem pendidikan seperti ini akan menghalangi anak dari kaum buruh (working-class)untuk mencapai kesetaraan sosial-ekonomi dalam masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini mereka mengusulkan supaya pemerintah mensubsidi keluarga kaum buruh agar anak-anaknya dapat bersekolah. Asumsi mereka adalah bahwa anak-anak dari keluarga kaum buruh tidak mampu mengikuti pelajaran karena konsentrasi mereka tersita untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka wajarlah bila pemerintah memberi subsidi kepada mereka.

David Cooper menolak pandangan ini berdasarkan argumentasi berikut:

1)      Ia mengutip hasil penelitian Christopher Jencks tentang siswa-siswi Amerika Serikat pada tahun 1960. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pendidikan tidak memiliki pengaruh besar dalam menentukan kesetaraan dalam status sosial dan ekonomi siswa. Fakta lapangan ini membuktikan bahwa tuntutan kesetaraan dalam pendidikan tidak dengan sendirinya melahirkan kesetaraan status sosial ekonomi dalam masyarakat.[1]

2)      Seandainya faktor ekonomi keluarga yang menyebabkan perbedaan pendidikan yang diperoleh siswa, maka cara untuk mencapai kesetaraan dalam pendidikan adalah dengan membangun sekolah yang sesuai bagi semua siswa tanpa membedakan latar belakang ekonominya. Lagi pula, berhasil tidaknya siswa dalam pendidikan lebih banyak ditentukan oleh faktor internal pendidikan seperti mutu pengajaran, kurikulum dan kemampuan siswa. [2]

3)      Ia juga menolak doktrin kesetaraan ‘distribusi kebutuhan manusia’ (distribution of human goods). Doktrin ini berpendapat bahwa perbedaan dalam dunia pendidikan dapat diatasi bila kebutuhan manusia dapat dipenuhi sehingga setiap orang dapat berkonsentrasi penuh untuk melanjutkan pendidikan. Pandangan ini mengandaikan  bahwa orang yang tidak sibuk dengan kebutuhan sehari-hari dengan sendirinya akan mendapat kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan. Padahal dalam kenyataannya banyak anak yang berasal dari keluarga yang mampu tidak sanggup menyelesaikan pendidikannya.[3]


Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan di atas adalah:  kesetaraan dalam pendidikan tidak merupakan jaminan untuk  menciptakan kesetaraan status sosial-ekonomi dalam masyarakat. Demikian juga sebaliknya kesetaraan status sosial-ekonomi tidak menjamin kesetaraan dalam pendidikan. Jika kaum egalitarian tetap ingin mempertahankan pandangan di atas maka mereka harus mengajukan tuntutan yang lebih tegas yakni kebijakan ‘pemerataan’ (levelling) di segala bidang. Apakah kebijakan pemerataan dapat dijuwudkan? Pertanyaan ini mengantar kita pada pembahasan berikut.

SUMBER : https://pendidikanbangsa.wordpress.com/bab-1-egalitarianisme/kesetaraan-dalam-pendidikan-pendidikan-untuk-kesetaraan/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAMATI MANAGEMENT STRUKTUR ORGANISASI COMMERCIAL SPACES

Commercial spaces  atau yang disebut juga bangunan komersial adalah bangunan yang sengaja didirikan untuk menghasilkan keuntungan dari aktivitas komersial bangunan tersebut bagi pemiliknya. Definisi aktivitas komersial adalah kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan jual, beli, dan sewa. Jadi bangunan komersial merupakan bangunan yang dijual kembali ke pembeli atau disewakan selama periode waktu tertentu.             Seseorang yang menyewa atau membeli bangunan komersial umumnya akan menjual barang dan atau jasa. Contoh bangunan komersial yang digunakan untuk menjual barang antara lain kios, ruko, supermarket, mall, pasar, dan restoran. Sedangkan bangunan komersial yang dipakai untuk menjual jasa misalnya laundry, hotel, dan perkantoran.             Bangunan komersial yang akan dibahas saat ini adalah hotel, baik hotel yang dimiliki oleh swasta m...

RUMAH ABU KELUARGA THUNG

Peta Sebaran Kawasan Pecinan Peta Sub-Blok Kawasan Pecinan BLOK Terdapat 6 blok Tipologi Kawasan Pecinan berdasarkan fungsinya (Soepandi, 2002) yaitu: •        Blok Rumah Mansion/Villa •        Blok Bangunan Ibadah •        Blok Bangunan Retail dan Housing •        Blok Bangunan Warehouse •        Blok Pasar BANGUNAN DAN KELOMPOK BANGUNAN Tipe bangunan di sepanjang Jl. Surya Kencana yaitu: •        Tipe Shophauses/ Ruko             Dengan gaya arsitektur khas Cina yang digunakan sebagai tempat berjualan dan rumah tinggal. Terdiri dari 2 sampai 3 lantai. •        Tipe Rumah Tinggal             Dengan gaya arsitektur kh...

KOTA YANG GAGAL DAN BERHASIL DALAM PENERAPAN GREEN CITY

PENERAPAN GREEN CITY DALAM TATANAN KOTA Green City merupakan salah satu konsep pendekatan perencanaan kota yang berkelanjutan. Green City juga dikenal sebagai Kota Ekologis atau kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Dengan kota yang sehat dapat mewujudkan suatu kondisi kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak terkait (stakeholders). Konsep Green City ini sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang disampaikan  Hill, Ebenezer Howard, Pattrick Geddes, Alexander, Lewis Mumford,  dan  Ian McHarg . Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan diatas adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak te...